Gridmotor.id - Seorang driver ojol (ojek online) mengaku saat-saat pandemi virus Covid-19 alias Corona ini adalah masa tersulit dalam pekerjaannya.
Pria bernama Didi Maryadi itu sudah emapt tahun bekerja sebagai driver ojol.
Didi Maryadi juga selalu mengelilingi Kota Depok untuk mencari penumpang.
Tapi selama diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hampir tak ada penumpang yang diboncengnya.
Baca Juga: Biadab! Nyamar Jadi Driver Ojol, Jambret Bermotor Beraksi Lalu Tinggalkan Korbannya Tewas Tergeletak
Orderan yang ada hanya sebatas mengantar barang atau makanan saja.
“Alhamdulillah tadi habis bapak telepon saya, saya langung dapat oder pertama. Rp 17.000 lumayan. Dari rumah saya ke daerah ITC Depok,” ucap pria berumur 42 tahun itu kepada Kompas.com melalui sambungan telefon, Kamis (30/4/2020).
Nadanya begitu tinggi ketika mengucapkan hal tersebut.
Berbicaranya pun mendadak cepat, tanda dia bersemangat karena rezeki pertamanya di hari ini.
Selama dua minggu terakhir, Didi sudah cukup dibuat pusing dengan pandemi Covid-19.
Penumpang yang tadinya bisa dia angkut 5 sampai 7 orang sehari kini sirna.
Dia harus menunggu berjam-jam di pinggir jalan menanti penumpang.
Dalam sunyi di bibir jalan, banyak hal yang sedang dipikirkan. Apalagi kalau bukan makan anak dan istri di rumah.
Ada lima orang di rumah Didi yang urusan perutnya jadi tanggung jawab Didi.
Sang istri di rumah sudah pasti menanti lembaran rupiah dari kantong jaket Didi.
Putra pertamanya yang juga sebagai ojek online pun memutuskan tidak narik karena kondisi pandemi.
Putra kedua Dedi pun tidak bekerja lagi semenjak perusahaanya meliburkan pegawai, putri ketiga yang duduk di bangku SMA dan putra bungsunya yang masih di Sekolah Dasar pun tidak bisa berbuat banyak.
Dengan kondisi itu, maka Didi lah satu-satunya tulang punggung keluarga Selama tidak mendapatkan pelanggan, Didi hanya jadi pesuruh orang untuk mengantarkan barang-barang. Bayarannya pun tidak banyak.
“Kadang-kadang suka ada orang minta tolong kirimi barang. Paling dapat Rp 30.000 sampai Rp 40.000. Tapi enggak setiap hari, paling dua hari sekali,” tutur dia.
Selain membuat dapur “ngebul”, Didi juga harus dipusingkan dengan bayar kontrakan.
Pembayaran yang jatuh tempo pada tangga 2 Mei mendatang pun mau tak mau harus dihadapi dengan kantong kosong.
Belum lagi soal cicilan motor yang masih tersisa 17 bulan untuk dilunaskan.
Dia mengaku tidak mendapatkan keringanan biaya mencicil.
Pihak leasing hanya memberikan kelonggaran waktu untuk membayar cicilan.
“Kalau begitu sama saja bohong,” celetuk Didi.
Pikir Didi, jangankan 17 bulan cicilan motor, malam ini saja belum tentu keluarganya bisa makan.
Namun, Didi hanya bisa berserah kepada Yang Maha Kuasa.
Bantuan pemerintah bagaikan mimpi Di masa-masa sulitnya kini, Didi pernah berkomentar di salah satu kolom komentar berita Kompas.com.
Berita yang dikomentari Didi terkait dengan penurunan jumlah kasus Covid-19 di Jakarta.
Dia berharap berita itu benar-benar menjadi nyata, wabah Covid-19 segera berakhir.
Baca Juga: Driver Ojol Bisa Bernapas Lega, Ada Keringanan Kredit Motor Dari Gojek, Begini Caranya
"Semoga benar ini kasian istri saya sudah tidak ada uang lagi untuk menyambung hidup di bulan ramadhan ini tabungan kami sudah habis sementara saya yg sebagai ojol sudah 2 minggu tidak dapet order bantuan pemerintah pun hanya mimpi bagi kami," tulisnya ketika itu.
Didi memang tak dapat bantuan apapun, dari siapapun.
Saat ditanya apakah bantuan pemerintah namanya terdata, Didi terdengar tak bersemangat.
“Enggak, saya belum dapat sama sekali. Sama RT-nya juga enggak ada. KTP saya kan masih alamat orang tua, sementara saya di sini ngontrak. Jadi saya sama RT sini mungkin enggak masuk hitungan atau bagaimana saya enggak tahu,” ucapnya.
Pria yang tinggal di Kampung Bojong, RT07 RW 20, Depok Timur ini mengatakan hanya 20 warga yang tercatat pihak RT untuk mendapatkan bantuan pemerintah.
Ketika tahu tidak masuk dalam 20 keluarga yang dapat bantuan, dia pun tidak berbuat banyak.
Bertanya kepada pihak RT enggan dilakukan karena tahu hasilnya akan percuma.
“Belum sempat tuh (bertanya). Saya pikir buat apalah Memang enggak dapat,” ucap dia.
Tidak heran dia lebih suka peras keringat sendiri daripada menanti bantuan yang tak pasti.
Hingga saat ini, banting tulang di aspal jalanan menjadi pilihan satu-satunya yang bisa Didi lakukan.
Berharap uang hasil mengantar barang atau penumpang bisa menjadi penyelamat dalam kondisi serba sulit seperti sekarang.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Didi Maryadi Mengais Rezeki di Tengah Pandemi, Hanya Dapat Rp 17.000 Sehari"