GridMotor.id - Kasus yang melibatkan debt collector dengan pemilik motor kreditan terus terjadi.
Beberapa kali insiden perampasan motor yang kreditannya bermasalah terjadi di jalan raya.
Karena ketakutan, korban biasanya teriak dan dibantu warga menyerang debt collector yang dinilai melakukan penyitaan ilegal.
Walaupun sudah sering terjadi keributan, namun penahanan motor tetap terjadi.
Beberapa debt collector juga sempat babak belur akibat dihakimi massa.
Insiden perampasan motor kembali terjadi di daerah Cibodas, Kota Tangerang pada Selasa (10/3/2020) kemarin.
Dikutip GridMotor dari FB About Tangerang, perampasan motor dilakukan dua orang debt collector di jalanan.
Perampasan itu berlangsung sekitar pukul 12.00 WIB dan menimpa pemilik motor kreditan dengan akun Instagram @karlina_karinshii.
Korban mendadak dipepet dua debt collector yang mengendarai Yamaha NMAX warna biru.
Korban enggak berkutik karena dipepet untuk disita motornya persis di depan Gereja Katolik Agustinus.
Dari keterangan korban, motor yang hendak dirampas debt collector itu sudah lunas sejak satu tahun yang lalu.
Beruntung korban sempat berdebat dan debt collector nampak menelpon kantornya saat divideokan oleh korbannya.
Baca Juga: Bentrok Driver Ojol dan Debt Collector di Sleman, Ini Penjelasan Resmi Polda DIY
Korban lolos dari sergapan debt collector yang akan menyita motornya.
Begini sebenarnya cara menghadapi debt collector yang akan merampas motor;
1. Tanyakan identitas resmi debt collector yang hendak menarik kendaraan.
2. Tanyakan identitas lainnya, yakni kartu sertifikasi profesi yang dikeluarkan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
3. Penagih juga harus memiliki surat kuasa dari perusahaan finance saat hendak mengambil kendaraan yang belum melakukan pembayaran tagihan.
4. Debt collector harus memiliki sertifikat jaminan Fidusia. Bila penarik tak memiliki keempat surat tersebut, pemilik kendaraan dihimbau tak memberikan kendaraannya.
5. Jika debt collector masih memaksa, segera hubungi aparat kepolisian untuk meminta bantuan.
Baca Juga: Debt Collector Jadi Target Khusus Razia Polisi 2020 Sudah 966 Pelaku Kejahatan Ditangkap
Debt collector ternyata bisa menyita motor kredit di jalanan.
Perusahaan leasing (multilinance) masih tetap bisa menarik kendaraan dari debitur tanpa melalui pengadilan negeri (PN) pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Fidusia.
Putusan MK tersebut justru memperjelas Pasal 15 Undang-undang (UU) No. 42 Tahun 1999 tentang Wanprestasi atau Cedera Janji antara Debitur dan Kreditur.
“Jadi, leasing masih tetap bisa menarik kendaraan dari debitur macet yang sebelumnya telah diperingatkan. Dengan catatan, prosedur sudah dijalankan,” ujar Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Hal itu diungkapkan dalam acara Infobanktalknews Media Discussion dengan tema “Pasca-Putusan MK Tentang Fidusia: Leasing Masih Bisa Tarik Kendaraan Debitur Macet”, di Jakarta, Senin, 10 Februari 2020.
Menurut Suwandi, saat ini ada simpang-siur pendapat di masyarakat pasca-putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 soal Fidusia.
“Bahwa seolah-olah pemegang hak fidusia (leasing) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri, tapi harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri,” jelas Suwandi.
Padahal, lanjut dia, sejatinya tidak demikian.
Perusahaan leasing masih bisa menarik kendaraan dari debitur macet tanpa pengadilan.
“Keputusan MK itu tidak bisa dibaca sepotong-sepotong. Ada ruang lebar untuk mengeksekusi j aminan debitur macet,” tegasnya.
Dalam putusan MK disebutkan, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi.
Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cedera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate executie).
Putusan MK itu juga menyatakan, mengenai wanprestasi antara pihak debitur dan kreditur harus ada kesepakatan terlebih dahulu untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanprestasi.
Jadi, ada perjanjian sebelumnya, berapa pinjamannya, berapa bunga yang harus dibayar, termasuk jangka waktunya.
Juga batas waktu pembayaran angsuran, bagaimana jika tidak membayar angsuran, dan berapa dendanya.
Source | : | FB About Tangerang |
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR