“Di banyak negara, nyaris tidak ada SIM itu diterbitkan oleh Kepolisian termasuk di tetangga kita seperti Malaysia,” imbuhnya.
Alasan yang kedua adalah untuk menciptakan checks and balances system, yang mengacu pada pembagian kewenangan agar pihak-pihak yang terkait dapat saling mengawasi.
Sehingga tidak terjadi monopoli kekuasaan yang salah satu akibatnya dapat mendorong terjadinya korupsi.
“Kalau polisi yang menerbitkan SIM dan polisi juga yang memeriksa, ketika ada orang enggak cakap kok dapat SIM jadi masalah karena kan polisinya sendiri yang mengeluarkan SIM,” jelas Sudaryatmo.
Dalam skema yang diusulkan YLKI, Kepolisian tetap terlibat namun hanya sebagai penegak hukum.
Pemisahan tersebut diharapkan YLKI bisa menciptakan fungsi kontrol antara lembaga yang menerbitkan SIM yaitu Kemenhub dan yang menegakkan hukum dalam hal ini Kepolisian.
“Ini terkait langsung dengan alasan ketiga, mencegah konflik kepentingan di dalam Kepolisian,” lanjutnya.
Baca Juga: Jadwal dan Lokasi Layanan SIM Keliling Kota Solo per Juni 2022
“Karena kalau yang menerbitkan dan yang menindak itu satu lembaga, di dalamnya akan ada konflik kepentingan antara kedua kubu,” tambah Sudaryatmo.
Selain itu, ‘mengembalikan’ wewenang penerbitan SIM kepada kemenhub juga dirasa lebih logis bagi YLKI.
Pasalnya, Kemenhub sudah menjadi badan yang berwenang mengeluarkan ‘SIM’ untuk moda transportasi lainnya seperti masinis (kereta), pilot (pesawat terbang), dan nakhoda (perahu/kapal).
Meskipun begitu, YLKI menganggap pihak Kemenhub malah terkesan ragu ketika wacana pengalihan wewenang penerbitan SIM tadi diangkat.
“Padahal dengan mengeluarkan lisensi masinis, pilot, dan nakhoda itu artinya Kemenhub memang lembaga yang punya kompetensi mengeluarkan lisensi di sektor transportasi,” ucap Sudaryatmo.
“Kalau Kemenhub ragu mengeluarkan SIM, sekalian saja kasih penerbitan lisensi masinis dan lain-lain ke Kepolisian,” tutupnya.