Tidak banyaknya catatan mengenai telur asin di Indonesia sebelum abad ke-20 dikarenakan telur asin bukanlah makanan yang biasa dikonsumsi oleh kalangan elit.
Sebaliknya, itu menunjukkan telur asin biasa dikonsumsi oleh masyarakat pribumi kelas bawah.
“Kalau itu makanan elit, dia pasti tercatat," katanya.
"Kalau tidak ya itu memang makanan rakyat yang hidup di pasar tradisional,” lanjut Heri.
“Dia tidak pernah muncul dalam Rijstaffel, Kembel Bujono (pessta makanan besar elit Jawa)," ia menambahkan.
"Tidak pernah hadir di situ, itu bisa ditafsirkan selain sebagai makanan rakyat, kedua karena dia baunya amis banget,” sambung dia.
Telur asin memang cenderung punya bau yang khas dan cukup tajam.
Bau tersebut tidak disukai oleh kalangan elit bangsawan dan pemerintah kolonial Belanda.