GridMotor.id - Sering bentrok yang berujung pengeroyokan, sebenarnya apakah boleh debt collector rampas motor kreditan di jalan?
Debt collector menjadi momok menakutkan belakangan ini.
Tapi pastinya yang takut adalah pemilik motor kredit yang menunggak pembayaran.
Saat menunggak sampai tiga kali (3 bulan menunggak), siap-siap motor akan ditarik paksa di jalan.
Baca Juga: Ogah Disamakan dengan Kelompok John Kei, Debt Collector Ini Terang-terangan Gak Mau Dicap Preman
Hal ini sudah berulang kali terjadi bahkan berujung bentrokan dan pengeroyokan.
Walaupun sudah banyak korban namun aksi kekerasan terhadap debt collector dan pemilik motor kredit masih terus terjadi.
Ketidakmampuan debitur (pemilik motor kreditan) membayar cicilan kredit motor berujung pada penarikan.
Namun kadang di jalanan sering terjadi perlawanan sehingga menyebabkan bentrokan.
Biasanya selain merampas motor, debt collector juga kerap mengintimidasi pemilik motor kreditan bermasalah bahkan melakukan kekerasan.
Lalu apakah debt collector sebenarnya bisa menarik motor kredit bermasalah?
Jika mengacu pada Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2,3 dan 4, maka debt collector dilarang merampas motor di jalan.
Pasal-pasal di atas melarang debt collector melakukan penyitaan motor kredit karena bisa dikategorikan kasus perampasan.
Baca Juga: Disebut Miliki Jasa Debt Collector Akhirya John Kei Ditangkap Polisi dan Terancam Hukuman Mati
Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2,3 dan 4 sendiri berisi tentang pencurian dan kekerasan.
Dalam melakukan kredit motor, kreditur (pihak leasing atau bank pemberi kredit motor) dan debitur (pemilik motor kedit) terikat perjanjian pada kredit tertentu.
Saat pemilik motor tidak bisa membayar angsuran kredit sampai dengan tanggal jatuh tempo, artinya debitur telah melanggar perjanjian kredit dan melanggar hukum.
Bisa dikatakan debitur (pemilik motor) sudah melakukan pelanggaran atau wanprestasi.
Dengan adanya wanprestasi, pihak kreditur bisa saja mengajukan pembatalan atas kontrak kredit dan pihak kreditur berhak untuk melakukan penyitaan motor.
Tapi yang harus diingat proses penyitaan barang ini tidak boleh dilakukan langsung oleh kreditur maupun debt collector, melainkan oleh pengadilan.
Pelanggaran kontrak yang dilakukan debitur termasuk dalam pelanggaran hukum perdata.
Namun demikian, pembatalan perjanjian kredit harus terlebih dulu diputuskan lewat pengadilan.
Jika putusan sudah sah, maka eksekusi pengambilan motor harus dilakukan pihak pengadilan, bukan debt collector atau pun perwakilan dari pihak leasing.
Tapi yang perlu diingat, jika memenuhi tiga syarat, debt collector bisa melakukan penyitaan motor kredit bermasalah.
Lalu bagaimana syarat debt collector bisa membawa motor kreditan yang pembayarannya bermasalah?
Debt collector sudah dilengkapi dengan sertifikasi profesi tersebut yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Kuangan (POJK) nomor 35 tahun 2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan.
Dalam POJK nomor 35 pasal 65 berbunyi, pegawai dan/atau tenaga alih daya perusahaan pembiayaan yang menangani fungsi penagihan dan eksekusi agunan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK.
Sertifikasi profesi bagi debt collector tersebut biasanya dikeluarkan oleh Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Debt Collector harus menunjukkan sertifikasi profesinya saat melakukan tugas tagihan kepada debitur.
Jika dalam menjalankan tugasnya debt collector tersebut ternyata tidak memiliki sertifikasi profesi maka akan diberikan sanksi.
Debt collector langsung mengambil motor kreditan bermasalah di jalan jika;
1. Debitur terbukti wanprestasi
2. Debitur sudah diberikan surat peringatan, dan
3. Perusahaan Pembiayaan memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.
Selain itu, debt collector juga bisa menarik motor dengan berlandaskan UU Jaminan Fidusia Pasal 30, yang berbunyi:
"Pemberi Fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan Fidusia.
Dalam hal pemberi Fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima Fidusia berhak mengambikl objek jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang."