"Bagaimana dengan ojol yang ada sekarang ini? Ya sudah kondisi status quo saja." ujar Darmaningtyas, beberapa waktu lalu.
"Kenapa kondisi status quo? Kalau pemerintah daerah maupun pusat bisa membangun sarana angkutan umum yang baik, secara otomatis pelan-pelan orang akan menggunakan angkutan umum. Nanti ada saatnya orang akan meninggalkan ojol," lanjutnya.
Kemudian, kementerian yang menangani berbagai aspek dari ojol ini menurutnya terlalu banyak.
Hal tersebut dinilai jika status ojol dilegalkan, yang terjadi akan menimbulkan masalah ke depannya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini mengatur regulasi perizinan aplikasi penyedia jasa ojol.
Kemudian Kementerian Perhubungan menjadi regulator pergerakannya.
Sedangkan penegakkan hukum di lapangan ada di ranah kepolisian.
Baca Juga: Video Cerita Horor Driver Ojol, Mendadak Masuk Dunia Lain Saat Antar Orderan
Meski begitu, pendapat publik terpecah menjadi dua, yaitu setuju melegalkan status ojol atau menolaknya dengan berbagai alasan.
Bagi kelompok yang pro melegalkan ojol menilai ojol dibutuhkan masyarakat daripada angkutan umum reguler, dapat membuka banyak lapangan kerja baru, dan membantu memperlancar mobilitas masyarakat dengan tarif yang lebih murah.
Sementara bagi kelompok yang menolak, seperti dirinya, menilai ojol hanya bersifat sementara hingga fasilitas transportasi umum yang tengah dibangun pemerintah selesai.
Selain itu, sepeda motor bukan moda transportasi umum karena tingkat keselamatannya rendah.
"Sepeda motor sebagai angkutan umum? kami tegas menolak karena dari tahun ke tahun sepeda motor menyebabkan kecelakaan," tegasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Status Ojol Tak Perlu Dilegalkan, INSTRAN: Ojol Hanya Sementara hingga Transportasi Umum Membaik"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Albi Arangga |
Editor | : | Aong |
KOMENTAR