Gridmotor.id - Pemerintah masih mewacanakan penghapusan BBM jenis RON 88 dan RON 90.
Adapun jenis kedua BBM tersebut masing-masing adalah BBM Premium dan Pertalite.
Wacana tersebut sudah jadi aturan hukum yang termuat dalam Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014.
Namun aturan tersebut diubah oleh Presiden Jokowi melalui Perpres 117/2021, yaitu perubahan ketiga dari Perpres 191/2014.
Bahkan dalam Perpres terbaru, pendistribusian BBM jenis Premium bakal diperluas.
Terlepas dinamika tersebut, wacana penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite memang sedikit meresahkan masyarakat.
Efeknya bisa saja menimbulkan inflasi karena naiknya biaya konsumsi BBM kendaraan pribadi masyarakat hingga industri.
Namun menurut Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bahan Bakar Bertimbel (KPBB), dihapusnya BBM beroktan rendah ini justru tidak menimbulkan masalah.
Baca Juga: Batal Dihapus, Pendistribusian Bensin Jenis Premium Justru Diperluas
"Pertanyaan inflasi ini selalu terulang karena kita semua tidak tahu struktur biaya dalam produksi BBM, namun sebenarnya ini tidak masalah," ujar pria yang akrab disapa Puput ini dalam Ngobrol Virtual (NGOVI) bertajuk Maju Mundur Penghapusan Premium dan Pertalite, Kamis (6/1/2022).
Sebab kata Puput, ada data yang menunjukan perbandingan harga BBM Indonesia, Malaysia dan Australia.
Data ini juga akan membandingkan harga BBM dengan contoh (RON) 98 untuk kendaraan berstandar Euro 4, semisal Pertamax Turbo yang kini dijual Rp 12.000 di Jakarta.
"Harga Pokok Penjualan (HPP) BM RON 98 di Malaysia hanya Rp 3.472 per liter pada 17 September 2021," kata Puput lagi.
"Kemudian di Indonesia HPP-nya Rp 7.387 per liter pada 27 November 2020, lalu pada 17 September 2021 Rp 9.840 per liter," lanjutnya.
Jadi HPP BBM RON 98 di Indonesia sekitar tiga kali lipat lebih tinggi dari Malaysia untuk jenis produk dengan kualitas yang sama.
Puput juga menjelaskan kondisinya jauh lebih tinggi lagi jika harga BBM RON 98 di Indonesia dibandingkan dengan Australia.
"Kemudian di Australia itu tidak ada BBM RON 98, tapi adanya bensin untuk standar Euro 6 dengan HPP pada 17 September 2021 Rp 7.509 per liter," ungkapnya.
Baca Juga: Di Balik Adanya SPBU Mini Pertashop, Pertamina Senggol Penjual Bensin Eceran?
"Bayangkan, harganya lebih murah BBM untukl Euro 6 dibanding Pertamax Turbo untuk standar Euro 4," sambung Puput.
Dengan perbandingan ini, Puput menilai bahwa isu harga BBM terkait inflasi ini tidak akan bermasalah.
"Asal pemerintah atau Pertamina terbuka dan transparan. Sebab Malaysia dan Australia saja bisa transparan, kenapa kita tidak," ucap Puput.
Menurutnya selama ini banyak dalih soal harga BBM Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Malaysia.
"Alasannya karena Indonesia negara kepulauan sehingga ongkos distribusi lebih mahal," paparnya.
Tapi Puput menyebut tidak juga, alasannya karena biaya distribusi BBM ini bisa ditetapkan rata-ratanya untuk seluruh Indonesia.
"Biaya penetapan rata-rata distribusi BBM ini seperti masa orde baru," katanya."Jadi harga BBM di pasaran sudah termasukk biaya distribusi, dan itu tidak mahal," seru Puput lagi.
Pria ramah ini mencontohkan, misalnya HPP BBM RON 98 menggunakan harga di Malaysia yaitu Rp 3.400 per liter.
Baca Juga: Siap-Siap Bikers, Begini Cara Pertamina Hapus BBM Premium dan Pertalite
Lalu ambil saja ongkos distribusi rata-rata seluruh indonesia Rp 500 per liter.
"Biaya distribusi Rp 500 per liter itu sudah sangat tinggi karena kalau di rata-rata, di Jakarta masoh di bawah Rp 500," sebut Puput.
"Dengan itu maka kita baru mendapatkan HPP plus distribusi BBM RON 98 Rp 4.000 jika dibulatkan," lanjutnya.Lalu Pertamina atau perusahaan minyak bisa saja menambah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, dikalikan pajak BBM 5 persen serta dikalikan lagi 10 persen untuk margin keuntungan.
"Katakanlah ini jika bisa ditotal jadi 12,5 persen, maka kita akan mendapat BBM RON 98 standar Euro 4 sekelas Pertamax Turbo hanya dengan Rp 5.000 per liter," terang Puput.
Tidak cukup sampai di situ, harga BBM juga bisa ditentukan karena banyak faktor lain.
"Oke lah karena banyak faktor lain, bisa saja pemerintah menambahkan cukai Rp 1.000, hasilnya harga BBM RON 98 baru Rp 6.000 per liter," ujar Puput.Puput juga menyingkap fakta lainnya, yaitu Pertamina diam-diam mengekspor BBM sekelas Pertamax Turbo dan Pertadex Hi-Polydex ke Malaysia dengan harga Rp 4.300 per liter.
"Artinya Indonesia sangat bisa menjual BBM berkualitas dengan harga terjangkau jika Pemerintah transparan," ungkapnya.
Puput kembali mencontohkan, misal harga ekspor Pertamina ke Malaysia Rp 4.300 per liter dikalikan 12,5 persen.
Baca Juga: Sering Dibilang Jadi Pengganti Bensin Jenis Premium, Ini Dia Asal Usul Pertalite
"Hasilnya Baru BBM RON 98 ini harganya Rp 5.700 per liter, kalau ditambah cukai untuk mengantisipasi kondisi ketidakmenentuan harganya jadi Rp 6.500 per liter" imbuhnya.
"Kalau mau setinggi-tingginya jadi Rp 7.000 per liter, itu juga masih terjangkau oleh masyarakat," sambung Puput.
Sebab harga BBM RON 98 ini hanya naik Rp 500 rupiah jika dibandingkan Premium (RON 88) dan lebih rendah dari harga Pertalite (RON 90).
"Selain itu dengan penggunaan BBM berkualitas, jarak tempuh kendaraan bisa makin jauh dibanding Premium dan Pertalite karena lebih irit," tegas Puput.
Jadi yang digaris bawahi KPBB, Presiden Joko Widodo mengatasi masalah ini bersama Kementerian ESDM, Pertamina, BPH Migas, dan Menteri Keuangan dalam transparansi kebijakan harga BBM.
"Dan dengan restrukturisasi harga BBM, penghapusan Premium dan Pertalite, Solar dengan CN (Cetane Number) 48 hingga Dexlite CN 51 tidak akan berindikasi pada peningkatan harga BBM," kata Puput.
Puput menambahkan, transparansi harga BBM ini harus mengikuti kaidahnya yaitu accountable dan auditable atau bisa dipertanggung jawabkan serta dapat diaudit.
"Kalau BBM mau impor juga silakan asal mengikuti kaidah transparansi, kalau saat ini kan tidak transparan akhirnya negara kita disetir oleh oil trader atau istilahnya mafia migas," sarannya.
"Jadi agar negara lebih merdeka dari mafia migas, kuncinya restrukturisasi harga BBM yang transparan," tutup Puput.
Source | : | GridOto.com |
Penulis | : | Albi Arangga |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR