a. Permintaan pemilik Kendaraan Bermotor; atau
b. Pertimbangan pejabat yang berwenang melaksanakan registrasi Kendaraan Bermotor.
(2) Penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika:
a. Kendaraan Bermotor rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan; atau
b. pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
(3) Kendaraan Bermotor yang telah dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali.
Ia juga menjelaskan, UU ini juga masih disosialisasikan dan akan disampaikan ke masyarakat nantinya.
"(Masih) disosialisasikan, nanti akan kita sampaikan. Di dalam pasalnya, bunyinya 'dapat', artinya bisa iya, bisa tidak. Ini masih disosialisasikan. Dapat dihapus, bukan wajib dihapus," ucap Yusri.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaifullah Tamliha mengatakan bahwa penyitaan kendaraan akibat penghapusan data STNK ditakutkan oleh masyarakat.
Baca Juga: Polisi Tegas Larang Korban Kecelakaan Menyita SIM dan STNK Pelaku
"Seperti yang saat ini ditakutkan masyarakat, yaitu penyitaan kendaraan karena dianggap bodong," ucap Syaifullah, seperti dikutip Kompas.com, Jumat (5/8/2022).
Menanggapi hal tersebut, Yusri kembali menegaskan bahwa penghapusan data STNK tersebut tidak melibatkan penyitaan kendaraan.
Penghapusan data STNK pun, dalam wacana awal, akan dilakukan dengan melalui beberapa tahap; yaitu lima tahun setelah STNK mati masa berlakunya, dua tahun tidak membayar pajak, dan lebih kurang tiga bulan peringatan kepada pemilik kendaraan.
Maka, secara keseluruhan, penghapusan data STNK dilakukan setelah tujuh tahun pemilik kendaraan tidak menjalankan kewajibannya, bukan dua tahun setelah tidak bayar pajak atau menunggak.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tidak Disita, Motor yang Data STNK-nya Dihapus Hanya Dianggap Bodong"