"Itu melegitimasi tindakan represif aparat di lapangan tanpa parameter yang terukur," lanjutnya.
Keberadaan begal yang sangat meresahkan masyarakat memang diakui oleh pihak KontraS.
Namun pihaknya tidak membenarkan adanya langkah-langkah yang menjurus ke arah pelanggaran HAM.
Adapun menurutnya segala tindakkan yang diambil polisi diawasi Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
"Adapun sesuai dengan prinsip kewajiban umum, anggota Polri diharuskan tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum."
"Artinya, penggunaan kekuatan harus berdasar parameter yang terukur," kata Rivanlee Anandar.
Selain itu, ia merujuk pada Pasal 5 Perkap No. 1 Tahun 2009.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa penggunaan senjata bertujuan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan atau tersangka.
Baca Juga: Kalah Judi, Gadai Motor Honda PCX, Langsung Viralkan Diri Jadi Korban Begal
Artinya, keputusan dan tindakan yang diambil polisi tidak bisa serta merta bertujuan untuk mematikan pelaku.
Kami melihat bahwa aksi begal sebagai sebuah tindakan kriminal harus didekati dengan pendekatan sistem peradilan pidana, bukan justru pendekatan represif di lapangan," ujarnya.
KontraS pun mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegur Irjen Suntana.
Hal yang tak kalah penting yakni melakukan audit serta mengevaluasi secara menyeluruh setiap pengerahan kekuatan aparat di lapangan.