Sedih Libur Akhir Tahun Ditiadakan, Bikers Gak Bisa Turing Panjang

By Ardhana Adwitiya, Kamis, 19 November 2020 | 23:25 WIB

Ilustrasi pemotor turing. Sedih libur akhir tahun ditiadakan, bikers gak bisa turing panjang

GridMotor.id - Sedih libur akhir tahun ditiadakan, bikers enggak bisa turing panjang nih.

Libur akhir tahun sering dimanfaatkan banyak bikers untuk turing panjang sekaligus menghapus penat.

Tapi sayangnya libur akhir tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya akibat pandemi Covid-19.

Pemerintah resmi meniadakan libur akhir tahun yang bikin sedih bikers, karena enggak bisa turing jauh.

Baca Juga: Bikers Sebelum Turing Jarak Jauh Cek Komponen Ini, Motor Dijamin Gak Kehabisan Tenaga

Baca Juga: Buntut Pengeroyokan 2 Anggota TNI Oleh Rombongan HOG Yang Dipimpin Mantan Pangkostrad, Turing Berhenti Menunggu Izin Kapolres Bukittinggi Untuk Melanjutkan 

Meski begitu, Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia ( PHRI) Maulana Yusran meminta pemerintah untuk tidak meniadakan libur panjang akhir tahun Desember 2020 mendatang.

Menurut dia, hal itu tidak jadi solusi terkait masalah pandemi Covid-19 dan juga ekonomi yang dialami sebagian besar masyarakat Indonesia.

"Pasti keberatan lah (peniadaan libur panjang). Kecuali kalau mereka bisa memberikan solusi," kata Maulana dikutip Kompas.com, Rabu (18/11/2020).

Sebelumnya, epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono menyebut peningkatan kasus Covid-19 yang terjadi beberapa hari terakhir merupakan akibat dari adanya libur panjang dan cuti bersama pada akhir Oktober silam.

Baca Juga: Bikers yang Mau Turing ke Puncak Siap-siap, Bakal Ada Rapid Test Covid-19 di Titik-titik Ini

Pandu mengatakan solusinya adalah meniadakan libur panjang di akhir tahun nanti.

Senada dengan Pandu, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo juga akan memberikan masukan untuk memperpendek waktu libur atau meniadakan libur panjang sama sekali di akhir tahun jika jumlah kasus positif selama beberapa waktu ke depan tetap tinggi.

Menurut Maulana, usulan ini memang tidak salah.

Soalnya kalau menimbang kondisi ideal untuk pengendalian pandemi, kebijakan diam di rumah termasuk tidak adanya mobilisasi masyarakat lewat libur panjang jadi cara paling ideal.

Baca Juga: Bikers Wajib Tau, Video Jembatan Bucin yang Instagramable di Bandung, Cocok Buat Destinasi Turing Nih

Namun hal tersebut bisa dibilang sangat merugikan khususnya pihak para pelaku usaha di bidang pariwisata.

Maulana memaparkan bahwa mobilisasi masyarakat yang berlibur selama libur panjang akhir Oktober silam cukup memberikan sedikit nafas segar untuk para pelaku usaha.

"Dampaknya kecil, tapi lumayan yang sedikit itu untuk membantu memperpanjang dan bertahan. Paling tidak bisa memberi makan para pekerjanya,” tutur Maulana.

Menurutnya, baik pihak-pihak yang berkomentar maupun pemerintah yang bertugas memberi kebijakan dan mengawasi harus bisa memberikan solusi yang bisa menahan laju persebaran virus sekaligus memberi kesempatan para pelaku usaha untuk bisa bertahan hidup.

Baca Juga: Bikin Heboh! Video Istri Ridwan Kamil Teriak-teriak Sambil Naik Motor Honda CB150R, Kenapa Nih?

Selain itu, Maulana juga merasa bahwa sektor pariwisata sudah cukup menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

PHRI bahkan sudah menerbitkan buku panduan penerapan protokol kesehatan untuk hotel dan restoran agar sesuai standard dan bisa memperkecil kemungkinan terjadinya penularan virus.

Satu hal yang paling dibutuhkan, kata dia, adalah ketegasan pemerintah dalam implementasi kebijakan.

Ia sempat menyebut banyaknya pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan masyarakat umum tapi tidak diberi sanksi yang tegas.

Baca Juga: Makin Eksis! ARCI Tangerang Chapter Siap Gelar Tourjib ke-6 Sekaligus Muschap Menuju Pantai Sawarna

"Kemarin juga kami sempat mengatakan untuk cabut saja PSBB-nya," kata Maulana.

"Kenapa kita melakukan itu? Karena kita melihat ada ketidakseimbangan atau inkonsistensi dari pemerintah manakala masyarakat melakukan kegiatan dengan pelaku usaha melakukan kegiatan," jelas dia.

Menurutnya, pelaku usaha sangat mudah dikontrol dalam penerapan protokol kesehatannya.

Selain itu, konsumen pun bisa dibilang sangat sensitif terhadap protokol kesehatan.

Baca Juga: Mantul! Pemerintah Tetapkan 21 Agustus 2020 Hari Cuti Bersama, Bikers Bisa Jalan Sama Keluarga Turing Atau di Rumah Aja

Sehingga jika penerapannya tidak sesuai, konsumen tidak akan datang.

"Namun ternyata perlakuan itu terjadi diskriminatif antara masyarakat dan pelaku usaha," ujar Maulana.

"Begitu terjadi angka kenaikan, yang divonis itu pelaku usaha untuk membatasi kegiatannya lagi," tambahnya.

Ia memberi contoh adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid dua yang memberi dampak signifikan pada hotel dan restoran.

Baca Juga: Lagi Turing ke Pangandaran, Nikita Mirzani Jatuh dari Motor BMW, Kondisi Kakinya Sampai Begini

Padahal, kata Maulana, restoran dan hotel punya protokol kesehatan yang benar-benar dikontrol dan diawasi.

"Jadi jangan kita berdebat hanya di satu kacamata saja," tambah Maulana.

"Karena enggak mungkin pelaku usaha, masyarakat, semua ingin sehat kok," sambungnya.

"Tapi begitu dihadapkan mereka enggak makan, gimana mereka mau sehat kalau enggak bisa makan," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tanggapan Asosiasi Soal Wacana Libur Panjang Ditiadakan"