Selain itu, menurut dia, pengelompokan angkutan harus direvisi dalam UU Nomor 22 tahun 2009 karena semakin beragamnya jenis angkutan, termasuk angkutan listrik, seperti sepeda listrik, skuter, hoverboard, dan lainnya.
Budi mengaku pihaknya juga sudah melakukan kajian di negara-negara yang kecenderungan penggunaan sepeda meningkat guna menghindari kontak fisik di kereta atau angkutan massal lainnya akibat pandemi COVID-19.
Pengkajian itu antara lain dilakukan terhadap kegiatan bersepeda di Jepang.
Namun, dia menjelaskan terdapat perbedaan tujuan penggunaan moda ramah lingkungan tersebut.
Di Jepang terutama Tokyo, masyarakat menggunakan sepeda sebagai alat transportasi dari rumah ke kantor atau tempat perbelanjaan.
“Di Indonesia sekarang ini sepeda lebih untuk kegiatan olahraga dan jalan ramai-ramai, kemudian foto-foto. Sebenarnya, diharapkan sepeda ini dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari,” katanya.
Sebelumnya Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menilai sepeda menjadi salah satu moda transportasi yang direkomendasikan dalam kondisi normal baru.
“Bersepeda menjadi pilihan, karena selain menghindari kerumunan dalam ruang tertutup dan menghindari antre, bersepeda membuat kesehatan tubuh terjaga,” katanya.
Moda tanpa bahan bakar tersebut juga mulai digunakan secara masif oleh negara Kolombia sebagai dampak pandemi COVID-19.