Baca Juga: Waduh, Mudik Lebaran ke Yogyakarta Masih Dibolehkan Padahal Sudah Dilarang Pemerintah, Kok Bisa Sih?
Dengan kata lain, ketupat merupakan perlambangan nafsu dan hati nurani.
Manusia diharapkan mampu menahan nafsu dunia dengan hati nurani mereka. Sementara itu, dalam bahasa Sunda, ketupat kerap disebut kupat.
Orang Sunda percaya, ketupat mengingatkan manusia untuk tidak mengumpat atau berbicara hal buruk pada orang lain.
Dalam bahasa Jawa, ketupat juga menjadi semacam frasa yang merujuk ke ungkapan ngaku lepat atau mengaku salah. Ada pesan tersirat yang menganjurkan manusia untuk meminta maaf saat melakukan kesalahan.
Perilaku ini telah menjadi kebiasaan atau tradisi pada Syawal atau Idul Fitri pertama, dan akhir bulan puasa ditandai dengan makan ketupat bersama dengan beberapa lauk. Ketupat digunakan sebagai simbol pengakuan bagi Tuhan dan manusia.
"Selain ngaku lepat, ketupat juga diartikan sebagai laku papat (empat keutamaan). Laku papat terdiri dari empat tindakan, yaitu lebaran, luberan, leburan, dan laburan," tulis jurnal tersebut.
Baca Juga: Pemotor Sedih... Virus Corona Semakin Mewabah Pemerintah Larang Pulang Kampung Saat Lebaran
Lebaran, yang berarti lebar, berarti pintu permintaan maaf telah terbuka lebar. Ketika manusia mengampuni orang lain, mereka menerima banyak berkah. Kata lebaran juga merujuk pada kata lebar dalam bahasa Jawa yang bermakna, "sesudah selesai".
Bulan puasa telah berakhir dan itu dirayakan dengan makan ketupat. Luberan berarti "berlimpah," yang memberikan pesan untuk membagikan aset mereka dengan orang yang malang melalui amal. Leburan berarti saling memaafkan.
Semua kesalahan dapat diampuni pada hari itu karena manusia dituntut untuk saling memaafkan. Laburan diambil dari kata dalam bahasa Jawa Labur yang berarti manusia murni dan bebas dari dosa manusia.
Dalam hal ini, ketupat memberikan pesan untuk menjaga kejujuran diri. Karena itu, setelah melakukan leburan (saling memaafkan), orang harus mencerminkan sikap dan tindakan yang baik.
"Berdasarkan wawancara dengan salah satu pakar budaya Jawa, nasi putih diartikan sebagai simbol kemakmuran dan kebahagiaan. Pembungkus hijau kekuningan dianggap sebagai salah satu tolak penguatan atau menolak nasib buruk.