GridMotor.id - Beberapa kali insiden perampasan motor nunggak cicilan oleh debt collector berbuntut panjang.
Dari mulai keributan di tengah jalan sampai aksi pengeroyokan.
Seringnya kasus penarikan paksa motor di jalan raya membuat warga berani untuk melawan.
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan perusahaan kreditur (leasing) tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
Baca Juga: Tragis, Debt Collector Dibunuh Tetangga Gara-gara Ditegur, Korban Menderita 4 Luka Tusukan
Baca Juga: Warga Ketakutan, Debt Collector Todongkan Pistol ke Penunggak Cicilan, Motor Korban Nyaris Dirampas
Untuk itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus meminta agar pemilik kendaraan maupun rumah untuk melapor ke polisi jika obyeknya dirampas secara semena-mena tanpa melalui pengadilan.
"Masyarakat bisa lapor kan ke Polres kalau ada (perampasan) seperti itu," kata Yusri saat dihubungi Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Pihak leasing dianggap melanggar hukum jika melakukan perampasan lewat debt collector.
Mereka bahkan dinilai melanggar hukum dan dapat dikenakan pasal berlapis sesuai aksinya dalam melakukan perampasan.
Baca Juga: Debt Collector Sering Rampas Motor Kreditan dan Berujung Pengeroyokan, Adira Finance Komentar Begini
Jika hal tersebut terjadi, maka bisa dikenakan KUHP Pasal 368 tentang perampasan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara atau Pasal 365 (pencurian dengan kekerasan) dan Pasal 378 (penipuan).
Beberapa waktu lalu, 10 orang petugas leasing merampas paksa motor matik milik pengendara ojek online Chris William (21).
Kejadian tersebut berlangsung usai korban mengantarkan penumpangnya di Kawasan Ponok Jagung, Serpong Utara, Tangerang Selatan.
Bahkan saat proses pengambilan motor, korban juga mendapatkan perlakuan kasar karena mempertahankan kendaraan yang menjadi mata pencariannya itu.
Pada 6 Januari 2020 lalu, MK memutuskan leasing tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
MK menyatakan, perusahaan kreditur harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu.
"Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," demikian bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Kendati demikian, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanpretasi dan sukarela menyerahkan kendaraan.
"Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi)," lanjut MK.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Minta Masyarakat yang Kendaraannya Dirampas Paksa Pihak Leasing untuk Melapor",