GridMotor.id - Debt collector belakangan ini kembali menjadi bahan perbincangan di masyarakat.
Gerombolan lelaki berbadan tegap itu kerap menebar teror bahkan sampai merampas motor kredit yang menunggak cicilan.
Beberapa masyarakat jadi trauma saat berpapasan dengan debt collector yang biasa mangkal di pinggir jalan.
Tapi khusus yang kredit motor bayarnya lancar enggak usah khawatir, debt collector hanya mencari motor cicilan yang bermasalah.
Karena meresahkan dan nekat merampas motor warga, dua debt collector dikepung polisi.
Kedua debt collector itu bahkan sampai terjungkal di aspal gara-gara hendak ditangkap anggota polisi.
Dikutip GridMotor dari Facebook Konsultan Hukum Indonesia, kawanan debt collector dikepung dan berhasil diringkus.
Ilustrasi debt collector memberhentikan pemotor yang menunggak cicilan.
Namun demikian enggak dijelaskan secara rinci lokasi penangkapan dan kapan waktunya.
Karena sering meresahkan dan menyita paksa motor kreditan, polisi sampai Mahkamah Konstitusi (MK) sampai mengeluarkan aturan larangan menarik motor kreditan secara paksa.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konsitusi (MK) memberikan putusan bahwa perusahaan kreditur atau leasing enggak boleh asal tarik motor secara sepihak.
Karena enggak sedikit debt collector yang menggunakan kekerasan dan main tarik motor secara sepihak.
MK menyatakan bahwa leasing harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri.
"Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," demikian bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Namun, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan.
Syaratnya pihak debitur mengakui adanya wanpretasi, atau debitur mengingkari janjinya.
"Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya 'cidera janji' (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia," kata MK.
"Maka, menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi)," lanjut MK.
Adapun mengenai wanpretasi tersebut, MK menyatakan pihak debitur maupun kreditur harus bersepakat terlebih dahulu.
Hal itu bertujuan untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanpretasi terjadi.
Debt collector dilarang menyita motor kreditan
Sebagaimana kita tahu, pihak leasing sering menggunakan jasa debt collector untuk mengambil paksa motor konsumennya yang kedapatan menunggak cicilan.
Ilustrasi debt collector
Yang jadi masalah, terkadang proses pengambilan diikuti dengan tindak kekerasan.
Bolehkah debt collector mengambil paksa motor? Jawabannya jelas tidak.
Tindakan tersebut bisa masuk kedalam tindak kejahatan perampasan.
Pelakunya bisa dijerat Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3, dan 4 yang membahas tentang pencurian dengan kekerasan.
Sebab, dalam kasus konsumen yang menunggak cicilan ke pihak leasing itu masuk kasus perdata.
Yang berhak untuk melakukan eksekusi adalah pengadilan bukan pihak penagih hutang.
Bahkan, Kepolisian juga tidak diperkenankan ikut campur karena ini bukanlah masalah pidana.
Namun, jika proses pengambilannya diikuti pemaksaan dengan kekerasan, bisa masuk tindak pidana.
Sebaiknya jangan memberikan motor ke pihak debt collector.
Sebab, beberapa tahun terakhir juga sering terjadi tindak pencurian dengan modus pelaku yang berpura-pura menjadi debt collector.
Debt collector dilarang mengambil motor yang menunggak cicilan juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Menurut peraturan Fidusia dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK 010/2012 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011.
Sementara itu, dari Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011, yang berhak menarik kendaraan yang menunggak kredit yaitu juru sita pengadilan yang didampingi kepolisian bukan preman yang berkedok debt colector.