Gridmotor.id - Para debt collector langsung dibuat gigit jari setelah adanya aturan baru dari OJK.
Cara kerja debt collector memang tidak bisa dianggap sebelah mata.
Debt collector mampu mencari para nasabah/konsumen motor kredit yang bermasalah.
Begitu langsung ketemu, debt collector bisa langsung bertindak sesuai intruksi atasannya.
Akan tetapi cara kerja debt collector ini terkadang membuat masyarakat resah.
Terlebih bila oknum debt collector tersebut sudah menggunakan cara-cara intimidatif hingga melakukan aksi kekerasan.
Hingga akhirnya debt collector sering menarik motor secara paksa dari pemilik.
Namun sepertinya hal tersebut bakal berakhir bila debt collector masih menggunakana cara-cara pidana.
Baca Juga: Arti Mata Elang pada Debt Collector, Bikin Para Pemotor Tidak Tenang
Menyangkut debt collector, penarikan paksa kendaraan bisa masuk delik pidana umum menurut aturan baru OJK.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan juga mengatur tentang marketer dan debt collector.
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito pun meberikan penjelasannya.
Ia mengatakan, marketer juga merupakan pegawai pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) atau, marketer bisa disebut merupakan pegawai yang dipekerjakan PUJK.
"Termasuk di sektor jasa keuangan, misseling (oleh marketer) itu dilarang, benar-benar dilarang. Kalau itu terjadi ada sanksinya. Itu kan pegawai PUJK," ujarnya dalam konferensi pers.
Ia menambahkan, aturan tentang perlindungan yang baru juga melingkupi kerja debt collector.
Ia juga mengatakan di kemudian hari tidak ada lagi alasan yang mengatakan urusan debt collector adalah hal yang berbeda.
"Di ketentuan kami jelas, mereka (debt collector) adalah pekerja untuk pihak PUJK, jadi mereka (PUJK) harus bertanggung jawab. Jadi ada ketentuannya," imbuh dia.
Baca Juga: Sejarah Debt Collector Hingga Dicap Masyarakat sebagai Kelompok 'Jahat'
Lebih lanjut, ia mengatakan, kalau sampai terjadi tindakan pidana umum seperti pengancaman dan kekerasan fisik maka dapat masuk ke delik pidana umum.
"Meskipun tidak diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen OJK, tetapi dia melanggar ketentuan OJK juga dan delik pidana umum sehingga dapat dilaporkan ke polisi," ucap dia.
Meski begitu, pelaporan tersebut dapat dilakukan kalau PUJK tersebut berada di bawah pengawasan OJK.
Kalau tidak berada di bawah pengawasan OJK, ia melanjutkan, masyarakat dapat melaporkan langsung ke pihak kepolisian.
Selanjutnya, ia memprediksi ketika POJK ini disosialisasikan jumlah aduan bisa jadi meningkat.
Hal ini dapat terjadi dan tandanya masyarakat mulai paham ketika hak dan kewajibannya dilanggar.
"Kami tidak bisa memastikan (laporan konsumen) melandai atau tidak. Namun, bisa jadi aduan meningkat karena masyarakat sudah paham ketika hak dan kewajibannya dilanggar," ujar dia.
Untuk itu, ia juga berpesan masyarakat agar selalu dapat bersikap rasional ketika mendapatkan penawaran produk jasa keuangan.
Baca Juga: Debt Collector Bisa Ambil Paksa Motor dari Pemilik Di Jalan, Bikers Wajib Simak
"Kalau tidak jelas bisa tanya ke OJK, kami sediakan berbagai macam kanal dari mulai telepon, Whatsapp untuk rekonfirmasi saja," tutup dia.
Sebelumnya, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengatakan, POJK ini memperjelas kewajiban prinsip keterbukaan dan transparansi informasi produk dan layanan serta peningkatan perlindungan data dan informasi konsumen.
“POJK ini semakin memperkuat pengaturan terhadap perlindungan konsumen dan kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan sebagai respons terhadap dinamika perubahan di sektor jasa keuangan,” kata dia dalam siaran pers pada bulan April lalu.
Source | : | Berbagai sumber |
Penulis | : | Albi Arangga |
Editor | : | Aong |
KOMENTAR