"Awalnya tarif Rp 7.200 untuk penjemputan jarak 0 sampai 4 kilometer turun menjadi Rp 6400. Jadi ada penurunan Rp 800," jelasnya.
Menurutnya, para pengemudi ojol meminta adanya perubahan kebijakan, sebab dengan tarif semula Rp 7.200 para pengemudi online merasa tidak cukup.
"Kami juga kecewa dengan pemerintah karena tidak ada penegasan hukum yang jelas. Sementara terdapat peraturan yang mengatur roda dua dan roda empat. Kenapa tidak diberlakukan dengan baik," tutur dia.
Menurutnya, tidak ada ketegasan pemerintah membuat aplikator menjadi asal-asalan dalam menentukan tarif. Bahkan pihak aplikator enggan disalahkan dan menuding pemerintah.
"Dari aplikator menyepelekan. Alasannya kita tergantung pemerintah, pemerintahnya bagaimana," imbuhnya
Astrid menepis aplikator menurunkan tarif order merupakan bentuk promosi.
Dirinya menyebut aplikator telah mendapatkan untung banyak.
Baca Juga: Lagi Wudu, Motor Driver Ojol Raib Dibawa Kabur Maling Di Depok
"Contohnya tarif Rp 15 ribu masih ada potongan 20 persen. Masih ada potongan lagi Rp 3 ribu hingga Rp 4 ribu. Itu yang dibebankan driver (pengemudi) dan konsumen. Jadi bukan promosi. Kami juga masih dibebani tarif parkir," ujarnya.
Disisi lain, kata dia, tarif order yang rendah membuat banyak driver ojol yang tumbang karena tidak sesuai biaya dikeluarkan.
Dirinya mencontohkan banyak rekan sesama pengemudi yang kendaraannya ditarik oleh leasing karena tidak membayar angsuran.
"Banyak yang gulung tikar. Sampai teman-teman pengemudi dikejar-kejar debt collector. Apakah pemerintah dan aplikator peduli? Tentu tidak," imbuhnya.
Astrid menuturkan para pengemudi online datang ke kantor Gubernuran untuk menceritakan kejadian sebenarnya. Mereka tidak hanya dari Semarang melainkan dari seluruh Jawa Tengah.
"Kami ingin menceritakan sebenarnya ke pak Ganjar ini lho pak cerita teman-teman di lapangan sebenarnya," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Pengemudi Ojol Semarang Resah Tarif Dasar Order Tak Menutup Operasional