Warga Sukabumi Resah, Motor Rampasan Debt Collector Ternyata Bukan Disetor ke Leasing, Dijual Lagi Kondisi Bodong

By Ahmad Ridho, Minggu, 1 Maret 2020 | 13:38 WIB

Gerombolan debt collector di Sukabumi, Jabar yang sering merampas motor warga.

GridMotor.id - Kredit motor identik dengan keberadaan debt collector di pinggir jalan.

Namun hal itu hanya berlaku untuk debitur atau pemilik motor kredit yang bermasalah soal pembayaran.

Enggak jarang pemilik motor ketakutan saat berpapasan dengan debt collector.

Padahal, pihak leasing meminta pihak ketiga (debt collector) untuk menyita motor yang bermasalah.

Baca Juga: Debt Collector Rampas Motor Driver Ojol Berbuntut Panjang, Polisi: Masyarakat Bisa Laporkan, Langsung Diberantas

Baca Juga: Tragis, Debt Collector Dibunuh Tetangga Gara-gara Ditegur, Korban Menderita 4 Luka Tusukan

Debt collector atau leasing juga bisa menarik kendaraan di jalanan.

Ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Putusan MK tersebut justru memperjelas Pasal 15 Undang-undang (UU) No. 42 Tahun 1999 tentang Wanprestasi atau Cedera Janji antara Debitur dan Kreditur.

Akhirnya terungkap debt collector tidak menyerahkan motor hasil tarikan kepada pihak leasing tapi malah digelapkan atau dijual lagi.

Baca Juga: Debt Collector Dibekukan Peraturan Kapolri Menyebut Bahwa yang Berhak Menarik Motor Kredit Hanya Polisi, Ini Syaratnya

Motor rampasan debt collector ternyata bukan diserahkan ke pihak leasing tapi dijual bodong (cuma STNK dan tanpa STNK dan BPKB).

Debt collector di Sukabumi, Jabar.

Kejadian penjualan motor hasil sitaan debt collector banyak ditemukan di daerah Sukaraja, Sukabumi Jawa Barat.

Dikutip GridMotor dari FB Imam Maulana, gerombolan debt collector kerap mangkal di daerah Gentong Mas Sukaraja, Sukabumi yang salah satunya terjadi pada Sabtu (29/2/2020) kemarin.

Dari keterangan, gerombolan debt collector ini sering merampas motor yang enggak ada surat-suratnya juga.

Baca Juga: Debt Collector Gak Bisa Tidur Nyenyak Diburu Polisi, Bentrokan Driver Ojol di Rawamangun Berbuntut Panjang

Dalam menjalankan aksinya, gerombolan debt collector ini sering mengaku dari beberapa leasing ternama.

Pemilik motor yang menunggak kreditan akhirnya pasrah motornya dibawa debt collector.

Dan ternyata motor malah dijual dan postingan jualan motor hanya dilengkapi STNK banyak beredar di Facebook.

Motor sitaan debt collector malah dijual lagi.

Dari foto yang diunggah, ada beberapa gerombolan debt collector yang sedang mangkal di pinggir jalan sambil memperhatikan motor yang bermasalah pembayarannya.

Baca Juga: Warga Ketakutan, Debt Collector Todongkan Pistol ke Penunggak Cicilan, Motor Korban Nyaris Dirampas

Hal ini tentu saja sangat meresahkan warga Sukabumi, Jawa Barat dengan penarikan paksa motor dan maraknya penjualan motor bodong.

Lalu kenapa debt collector sering merampas atau menyita motor yang menunggak cicilan di jalan?

Menurut Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), sebenarnya penarikan motor kreditan bermasalah di jalan raya tidak diperbolehkan, tapi hal ini karena alasan keterpaksaan.

Maksudnya penarikan motor di jalanan terpaksa dilakukan karena khawatir si penunggak cicilan melarikan diri atau mangkir soal pembayaran cicilan di kemudian hari.

Baca Juga: Debt Collector Sering Rampas Motor Kreditan dan Berujung Pengeroyokan, Adira Finance Komentar Begini

"Seharusnya tidak seperti itu. Penarikan motor kredit bermasalah biasanya dilakukan di rumah dan sebelumnya sudah dilayangkan dua kali surat teguran untuk penunggak cicilan. Saat pihak leasing atau debt collector ke rumah si pemilik motor malah menghilang. Karena itu tindakan menyita motor oleh debt collector sering dilakukan di jalanan," terang Suwandi Wiratno, kepada MOTOR Plus-online, beberapa waktu lalu.

Masuk pasal penggelapan

Penarikan paksa motor kreditan bermasalah dan dijual kembali secara ilegal termasuk dalam pasal penggelapan.

Debt collector menjual motor sitaan tanpa surat-surat (hanya ada STNK atau kosongan).

Tindak pidana penggelapan sendiri sudah diatur dalam Buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan judul Penggelapan.

Tindak pidana penggelapan diatur dalam beberapa pasal yaitu Pasal 372 KUHP sampai dengan Pasal 375.

Pasal 372

”Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Pasal 373

”Perbuatan yang diterangkan pada Pasal 372, apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”

Pasal 374

”Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Pasal 375

”Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”